KETIKA SEORANG ISTRI DI AMBANG PILIHAN GANTI SUAMI

Judul : Ganti Suami

Penulis : Puspa Kirana

Penerbit : Bentang Pustaka

 

ganti suami
doc. pribadi

Blurb

Ketenangan Saras terkoyak. Salaganesia, bisnis keluarganya, di ujung tanduk. Ayahnya jatuh sakit dan terancam masuk penjara karena gagal membayar utang Salaganesia. Sebagai anak sulung, Saras tergerak untuk membantu keluarga. Namun, selama ini Saras lebih banyak di rumah dan sama sekali tidak paham bisnis.

Ketika akhirnya Saras turun tangan menyelesaikan masalah Salaganesia, harapan mulai tampak. Semua berkat bantuan Erlangga, mitra kerjanya yang rupawan dan penuh perhatian. Sementara itu, Dewa, suaminya, justru bersikap sebaliknya. Pria itu masih saja dingin dan tidak peduli terhadap kesusahannya.

Seolah semesta juga menentang upaya Saras, sebuah pengkhianatan terjadi tepat di depan matanya. Seluruh rencana berantakan. Salaganesia terpuruk makin dalam. Keharmonisan keluarga kecilnya terancam. Saras butuh dukungan, tetapi yang didapat justru tudingan menyalahkan dari semua pihak. Mampukah Saras menguatkan hati memilih prioritas antara keluarga dan bisnis? Dan, siapakah pria yang layak dia jadikan tempat bersandar?

***

 

Bloger menyukai cerita drama keluarga. Belakangan juga baru sadar bahwa cerita slice of life bisa menarik perhatian. Memang cerita genre ini sepintas tampak membosankan. Pasalnya sisi yang diangkat adalah rutinitas kehidupan. Sedangkan pembaca terkadang ingin ‘lari’ sejenak dari kesehariannya. Cerita semacam ini tetap mampu menghibur dengan menawarkan poin-poin tertentu yang bisa jadi terlupakan oleh pembaca di kehidupan nyata. Di sinilah daya tariknya.

Saras, seorang ibu dari dua anak dan istri dari Dewangga Ariobimo atau biasa dipanggil Dewa saja. Perempuan yang merupakan anak sulung dalam keluarga ini terpantik untuk menyelamatkan perusahaan keluarga. Sebagai orang yang awam dalam dunia bisnis, hasrat untuk melakukan sesuatu demi membenahi kondisi keluarga menjadi daya picu bagi Saras untuk mempelajari hal-hal baru. Hal ini dekat sekali dengan realita kita dalam keluarga. Di mana sebagai anggota keluarga akan terusik untuk membantu apa pun demi menstabilkan kembali kondisi keluarga. Terutama bisnis keluarga ini memiliki kenangan-kenangan dengan masa kecil serta ada perjuangan dari orangtua yang sempat dirasakan oleh Saras kecil dulu. Emosi sayang untuk langsung menjual bisnis keluarga juga muncul di sini. Jika ada kesempatan untuk kembali memperjuangkan, kenapa harus buru-buru dijual yang berarti mengakhiri masa kejayaan tempo dulu.

Baca juga : Tegar adalah Kita yang Mencoba Berdamai dengan Masa Lalu

Dengan mendapat keleluasaan dari suaminya, Dewa, Saras berlatih berkali-kali untuk menyeimbangkan antara kehidupan bisnis dan keluarganya. Ini bukan hal yang mudah. Bagi orang yang benar-benar baru, biasanya akan kesulitan sekali untuk membentuk kebiasaan baru. Meski memang dibantu dengan desakan kondisi untuk belajar lebih cepat, tetap saja benturan dari segala hal yang baru pasti akan ada. Namun, novel dengan jumlah halaman 300-an tentu memiliki timeline yang harus dicapai. Sedikit bergeser, dalam banyak kasus, perempuan kerap dihadapkan pada pilihan menyebalkan antara karier atau keluarga. Padahal, laki-laki pun punya peran tak tergantikan untuk membersamai anak. Kalau dilihat lebih dekat, sejatinya perempuan sekadar membutuhkan ruang untuk diijinkan belajar, berusaha, membuktikan sejauh mana ia bisa membuktikan diri. Jelas dukungan juga diperlukan di sini. Mungkin hampir sama ketika mengajari anak kecil, di mana ia baru belajar menghadapi hal-hal atau masalah-masalah baru dalam hidupnya. Jika ia berhasil berjuang dan bertahan, maka akan mendapat apresiasi. Sebaliknya, jika gagal, bukan lantas disalahkan dan ditinggalkan begitu saja. Perlu ada orang lain yang mengingatkan dan mengarahkan apakah si anak akan memilih meledakkan emosi atau belajar sesuatu dari setiap keputusan dan tindakan-tindakan serta akibat yang sudah ditimbulkannya.

Kembali ke Saras. Dia juga perlu mengukur diri sejauh apa dirinya bisa menjaga antara nilai/prinsip yang dipegang dengan keputusan-keputusan yang dibuat. Ya, bloger percaya bahwa perempuan juga memerlukan tanggungjawab dalam perannya. Pun bagaimana caranya untuk tetap menjaga komitmen. Dalam hal ini karena Saras sudah berumah tangga ya.

Masuk dalam dunia bisnis, sempat gemas dengan sikap Saras yang menilai sepihak pada Haura. Mencurigai adik ipar sendiri yang dengan keputusannya semakin memperpuruk keadaan bisnis keluarga. Belum lagi sikapnya yang mampu dekat dengan orangtua Saras atau mertuanya. Maaf, bloger kesal lantaran itu didasarkan pada perasaan. Memang sih suka susah untuk menebak isi hati orang. Terlalu dalam, gelap, dan serba buta. Ditambah posisi Haura juga kurang menguntungkan. Jadilah perasaan tidak suka dalam diri Saras tumbuh semakin subur. Anggap saja, bloger terbawa suasana cerita, hehe.

Baca juga : Menikmati Masa Kanak-Kanak Bersama Burlian Si Anak Spesial

Beralih pada kesempatan Saras yang berdua saja dengan Erlangga, ini juga sempat membuat bloger ikutan ketar-ketir. Bagaimana jika ada orang lain, kenalan Saras yang memergoki mereka berdua? Masalah salah paham itu suka menyebalkan sekali kalau hendak diluruskan. Kecuali sudah tertanam rasa saling percaya, ya. Duh, malah jadi panas dingin bacanya.

Saat kelebihan demi kelebihan Erlangga diperlihatkan, bloger spontan kepikiran apa sisi jelek dari orang ini? Secara, tidak ada orang yang benar-benar sempurna di dunia ini. Terlepas dari fatal atau tidak akibatnya, setiap orang pasti punya sisi jeleknya masing-masing. Masa sih karakter Erlangga ini nihil kelemahan?

Hingga mencapai bagian tengah ke akhir, bloger ikutan senang. Khususnya ketika Salaganesia mendapat kebaikan demi kebaikan pada momen Saras berada di titik puncak konfliknya. Percaya sih rasanya pasti tak karuan. Bisnis sedang di ujung tanduk, tingkah laku anak menjadi pemicu keadaan yang semakin merunyam. Dan benar saja, buah hati sempat menjadi sasaran. Ini seperti, mau bagaimanapun berusahanya diri menjaga keseimbangan dalam hidup, ujian tetap akan mengusik dan menguji. Loloskah? Terjerumuskah? Berhasil mendapatkan sesuatukah? Atau sekadar meluapkan emosi demi emosi saking merasa hidupnya seperti kapal pecah. Berantakan. Tak tahu harus mulai dari mana untuk merapikan.

Namun, kenapa novel ini layak untuk dibaca dan dirampungkan? Salah satunya adalah karena karakter Saras bertumbuh. Eh, bahkan bukan hanya Saras. Tapi beberapa tokoh yang terlibat di dalamnya. Selain itu, semesta fiksinya dekat dengan realita. Walaupun pembaca bukan seorang pebisnis, tapi imajinasinya tidak akan dibawa terbang terlalu jauh dan rumit. Ada pembelajaran yang bisa diambil dari seluruh rangkaian kisah. Asal jangan iri hati saja dengan bagian-bagian ending-nya, ya. Apalagi ketrigger untuk ingin juga. Tenang, akan ada masanya kok dunia seolah milik berdua dan yang lain mengontrak, hehe.

Ada juga rasa senang di mana karakter Dewa bisa mewakili sebagai suami dan menantu idaman dari sosok pendiam. Sikap dan respon orang pendiam yang kerap disalahartikan, tapi kehadirannya tetaplah dibutuhkan. Iya, memang responnya sempat memantik pertengkaran sebab dirasa menyudutkan dan menyalahkan. Namun, ketika semua hal itu dikomunikasikan dengan baik, dengan catatan mau saling mendengarkan dan bersedia memosisikan diri di sudut pandang yang berbeda, pada akhirnya menemukan titik terang juga. Untung Dewangga jatuh hati harga mati pada Saraswati. Ops!

Baca juga : Kontemplasi Bersama Luka Cita Utara dan Javier

Akhiran yang hangat, memberikan gambaran kondisi keluarga ideal. Walaupun pada kenyataan, tidak semua orang mendapat privilese kondisi keluarga yang ideal dalam hidupnya. Namun, bloger yakin, setiap individu mampu untuk mulai mengupayakannya. Dan akan selalu ada pilihan bagi kita untuk hidup dalam kondisi keluarga yang seperti apa.

Puas baca karya ini. Terimakasih kepada Mbak Puspa Kirana yang sudah menulis cerita menyenangkan ini.

Sobat Readers suka fiksi dengan genre apa?

 

NB : Sobat Readers bisa dapatkan bukunya di sini 😉

Follow juga akun IG @mitoreadbooks buat dapet teman baca 🤗

Desa Ngapak, 2024-4-24

Tinggalkan komentar