Berasal dari Akar yang Sama, Film Jejak 2 Ulama Berhasil Menjawab Perbedaan

doc. pribadi

Minggu, 5 Februari 2023 diselenggarakanlah pemutaran film di gedung kampus STIE Muhammadiyah Cilacap, Jalan Urip Sumoharjo. Sepintas dari poster digital yang disebar, seketika langsung membuat bloger tertarik. Pasalnya 2 ulama tersebut merupakan pendiri dari ormas agama yang (maaf) kerap—bloger rasa—bersitegang.

Di lingkungan bloger sendiri, sempat mendengar komentar negatif terkait satu ormas yang dilayangkan kepada ormas lainnya. Belum lagi, saat momen memulai ibadah puasa atau hari raya yang berbeda dari kedua ormas tersebut. Rasanya ada jarak yang terbangun di antara keduanya. Dalam hati sebenarnya bertanya-tanya, kenapa reaksi dan respon yang menyebar di kalangan masyarakat seperti itu? Bukankah kedua ormas tersebut merupakan penganut agama yang sama? Namun, kenapa seolah beberapa pengikutnya tak ingin saling bersanding?

Baca juga : Benarkah Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang Adalah Jerit Hati Anak Tengah?

Ya, kebingungan-kebingungan tersebut sempat memenuhi kepala dan hati, sehingga membuat bloger ingin mempelajari apa sebenarnya yang menjadi perbedaan paling mencolok di antara keduanya? Sebab setahu bloger, kedua ormas tersebut memiliki latar belakang masing-masing serta sanad yang kuat.

Akhirnya, bloger memutuskan untuk mengambil kesempatan menonton film ini. Walaupun tadinya hampir terlewatkan lantaran ada janji yang tertunda. Bloger perlu menonton film ini, karena mungkin nantinya akan menjawab sisa-sisa pertanyaan yang masih menggantung di kepala dan keraguan dalam hati.

Pukul 9 pagi, film ini dibuka dengan sebuah peringatan bahwa cerita di dalamnya merupakan kisah teladan kedua ulama, bukan sejarah berdirinya ormas. Dari pembuka tersebut, bloger berusaha menerka gambaran garis besar yang akan ditawarkan film dengan durasi 2 jam tersebut.

Disebutkan Hasyim, panggilan masa kecil K.H Hasyim Asy’ari memang banyak merasa penasaran terhadap hal-hal yang bersifat keilmuan. Kemudian untuk Darwis, nama kecil K.H Ahmad Dahlan memiliki karakter yang lebih pendiam. Akan tetapi, keduanya sama-sama memiliki semangat yang tinggi dalam belajar. Bahkan berguru pada orang yang sama. Yakni Kiai Soleh Darat dari Semarang. Barulah setelah menimba ilmu lebih baik hingga sampai ke tanah Mekkah sana, mereka berdua mengabdi di lingkungan dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Bloger senang mengetahui beliau berdua mempunyai akar ilmu kebaikan yang berlandaskan sanad yang kuat. Ini yang membuat mata bloger semakin terbuka. Dengan mengetahui sejarahnya, jadi membuat diri lebih mantap untuk menaruh kecenderungan. Dan pastinya berusaha senantiasa tak merasa bahwa pilihan sendiri lebih baik dari yang lain.

Baca juga : Apa Salahnya Menjadi Lan Wangji?

Lalu, di masa tersebut ternyata beliau berdua juga bertemu dengan banyak tokoh besar Indonesia lainnya. Ya, namanya juga fakta sejarah dari masa penjajahan. Sutradaranya sendiri, Sigit Ariansyah, mengungkapkan cerita yang disajikan 80% dari kisah nyata.

Menyaksikan bagaimana perjuangan keduanya dalam menyampaikan kebenaran di daerah masing-masing membuat bloger trenyuh. Cobaan demi cobaan, seperti langgar Ahmad Dahlan yang dihancurkan dan dirobohkan lantaran masyarakat menganggap sang Kiai memberikan ajaran sesat sempat membuat beliau hendak hijrah. K.H Ahmad Dahlan memiliki prinsip kebenaran harus disampaikan dengan cara yang tepat. Ini membuat pikiran bloger semakin terbuka dalam memandang kebenaran itu sendiri. Kemudian, K.H Hasyim Asy’ari yang lebih memilih daerah Tebuireng di mana daerah tersebut terkenal juga dihuni oleh para begal yang akhlaknya sangat bisa merusak masyarakat sekitarnya. Beliau merasa daerah tersebutlah yang saat itu paling membutuhkan pesantren dan ilmu-ilmu agama serta kebaikan yang bisa diajarkannya.

Cobaan yang dialami K.H Hasyim Asy’ari pun tak kalah berat. Para begal yang merasa terusik dengan keberadaannya pun berinisiatif untuk menghancurkan pesantren sekaligus membunuh pendirinya tersebut. Sang Kiai yang sudah menyiapkan ilmu bela diri untuk para santrinya, alhamdulillah selamat, meski pesantren tetap mengalami musibah kebakaran.

Baca juga : 5 Alasan Dilan Punya Potensi Jadi Menantu Idaman

Ini film yang bagus. Terlepas dari teknis-teknis penggarapan yang kurang bloger pahami ilmunya. Namun, pesan persatuan yang diusung dalam film besutan LSBO PP Muhammadiyah bersama Pondok Pesantren Tebuireng dan Gontor ini sangat layak untuk disebarluaskan. Sudah saatnya melihat perbedaan sebagai keragaman, bukan lagi faktor pemecah persatuan. Mengingat sejarah Indonesia yang terdiri dari banyak wilayah dan suku, maka perbedaan seharusnya sudah menjadi hal yang lumrah.

Bloger harap film ini bisa ditonton oleh lebih banyak orang lagi. Semoga ke depannya akan semakin banyak film-film inspiratif seperti ini, karena belajar melalui cerita merupakan salah satu metode yang cukup efektif serta mengasyikkan.

 

Desa Ngapak, 2023年2月6日

Benarkah Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang Adalah Jerit Hati Anak Tengah?

doc. pribadi

Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang merupakan sekuel dari semesta NKCTHI (Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini). Sebelum bloger membahas sekuel tersebut, mari kita flashback pada NKCTHI ini dulu. Seperti yang sudah kita ketahui, NKCTHI merupakan film dengan genre drama keluarga. Tema drama keluarga inilah yang membuat bloger tertarik untuk menonton. Pasalnya, sejauh ini bloger merasa jarang ada film yang mengangkat tema ini. Mungkin di cerita-cerita berbentuk tulisan itu banyak ya. Seringnya, sektor drama didominasi oleh cerita romansa. Padahal menurut bloger, bagaimana cara keluarga hidup dalam kesehariannya ini berperan penting pada sisi sosialisasi masing-masing anggota keluarga dalam bersinggungan dengan orang lain.

Dikisahkan Awan, si bungsu yang terlalu banyak mendapat perhatian dari orang tuanya. Sampai-sampai si sulung pun mendapat porsi yang besar untuk melakukan hal tersebut lantaran dia adalah anak tertua. Namun, di usianya yang beranjak dewasa, Awan ingin mulai untuk membuat keputusan berdasarkan pilihannya sendiri. Ia ingin mulai mempertimbangkan baik buruk dari keputusannya dalam hidup. Sehingga, saking muaknya, Awan pun menunjukkan sikap pemberontakannya.

Ke-rebel-an Awan memicu keluhan-keluhan terdalam anak lainnya. Menariknya, meski sudut pandang Awan cukup besar, penonton tetap akan disajikan cerita dari sudut pandang tokoh yang lain. Seperti Angkasa yang ternyata memendam kelelahan dan beban yang begitu berat atas permintaan sang ayah yang terus berkata bahwa dirinya harus bertanggung jawab sebagai anak pertama. Bagaimana dirinya harus bisa menjadi anak yang bisa diandalkan dalam keluarga.

Dari sisi Aurora sebagai anak tengah, si anak yang terjun di dunia seni tersebut pun punya keluhan bahwa kehadirannya antara ada dan tiada dalam keluarga. Ia sibuk berkarya tanpa kehadiran anggota keluarganya. Baik itu dalam bentuk mereka sebagai penonton terlebih sosok-sosok yang memberi dukungan. Nah, semua keluh kesah itu akhirnya berbenturan hingga pada satu titik orang tua mereka mengungkapkan satu rahasia yang menyebabkan sikap mereka seperti itu terhadap anak-anaknya.

Baca juga : Toko Buku Akik, Idealis yang Berhasil Bertahan di Tengah Realitas yang Menghimpit

Poin-poin sudut pandang posisi dalam anggota keluarga membuat bloger begitu tertarik. Sebab dalam cerita ini ada peluang bagi bloger untuk mengerti anggota yang lain dalam keluarga sendiri.

Bergulir pada kisah sekuelnya di mana cerita lebih menyoroti kehidupan dari kacamata si anak tengah, yaitu Aurora juga menjadi pemantik bagi bloger untuk kembali menonton. Alasan terkuat, pastinya karena bloger sendiri adalah anak tengah dalam keluarga. Tepatnya anak kedua dari empat bersaudara. Bloger penasaran cerita anak tengah macam apa yang akan disajikan dalam film produksi Visinema tersebut. Meski jujur, ada ketakutan juga dalam diri, takut relate terus nangis deh. >.<

Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang (JJLP) menceritakan tentang Aurora, diperankan oleh Sheila Dara, yang merantau ke belahan Benua Eropa sana. Yakni Inggris. Sebagai seseorang yang hasil karyanya mendapat pengakuan, Aurora berhasil mendapatkan beasiswa ke salah satu universitas di Inggris. Namun, cerita from zero to hero jelas tak semulus jalan tol yang bisa dilalui dengan akselerasi tertentu.

Hampir di ujung perjuangannya, masalah besar hadir akibat dari keputusannya sendiri. Hidup Aurora di perantauan terancam hancur, cita-citanya nyaris terkubur. Kuliahnya juga mangkrak, dikarenakan biaya yang tertunggak. Baper, di bagian ini bloger jadi ingat pada hidup sendiri. Secara, keputusan hidup sendiri juga tengah diuji. Di satu sisi, takut juga pada kemungkinan adanya komentar-komentar dari orang lain yang terdengar menuntut hasil atas keputusan yang dibuat.

Kembali pada kisah Aurora, demi mengumpulkan keping demi keping keberanian guna mengambil keputusan baru, si anak tengah ini bersikap diam. Dalam diamnya, dia memasuki circle dua teman rantaunya yang juga memiliki masalahnya masing-masing. Dengan senang hati, kedua teman tersebut memberikan uluran tangannya. Secara bergiliran maupun bersama-sama, mereka turut andil membantu Aurora keluar dari lubang hitamnya.

Baca juga : Apa Salahnya Menjadi Lan Wangji?

Dalam keadaan tenang dan hadirnya kedua teman yang bisa dijadikan sandaran, perlahan tapi pasti, Aurora mulai bisa menerima kesalahannya sendiri. Akan tetapi, di lingkup eksternal, kedua saudara kandungnya datang menyusul untuk melihat kondisi sebenarnya dari saudara mereka di perantauan. Melihat kekacauan yang terjadi, Angkasa bereaksi sebagai si sulung. Niat hati membela sang adik, tindakan Angkasa justru membuat keadaan semakin runyam.

Di sinilah Aurora akhirnya tak tahan untuk mengungkapkan kemelut dalam hati dan pikirannya. Dia paham bahwa telah salah lantaran hilang kabar selama dua bulan dari target kelulusannya—harusnya. Namun, itu pun dilatarbelakangi benturan amarah dari sang pacar di saat yang kurang tepat. Selain itu, dia paham orang tuanya bukanlah keluarga dari tingkat ekonomi menengah atas. Itulah sebabnya, Aurora ingin membenahi semua lembar masalahnya di sini dalam kesunyian. Sayangnya, itu semua butuh waktu. Dan waktunya terlalu panjang dibandingkan rasa penasaran keluarga di belahan bumi yang berbeda.

Pada akhirnya, inilah cara anak tengah bertanggung jawab atas masalah dalam hidupnya. Ia butuh kepercayaan dari anggota keluarganya yang lain. Kepercayaan bahwa seorang Aurora bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Seorang Aurora pun bisa bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.

Film drama yang menginspirasi adalah tipe film yang sukses memantik rasa penasaran bloger. Seperti yang sudah bloger utarakan di awal. Intensitas keinginan bloger untuk menonton bertambah apalagi momennya tepat saat si bungsu juga tengah liburan semester di rumah. Ada kans dari film ini yang menurut bloger mampu menarik sisi dewasa dalam diri si bungsu kelak. Terlepas dari berhasil atau tidaknya efeknya nanti, akhirnya kami berdua pergi menonton meski dalam hati bloger masih takut nangis.

Menilik pengalaman pribadi hingga detik ini, cara Aurora menghadapi masalah kurang lebih sama dengan bloger. Walaupun detail masalahnya berbeda, tapi keputusan Aurora untuk bertanggungjawab atas pilihan hidupnya itu mirip. Bloger tak tahu apakah memang seperti itu setelan pabrik para anak tengah di muka bumi? Meski memang belum bisa melakukan apapun untuk keluarga, minimal mampu menyelesaikan masalah sendiri sepertinya adalah bentuk rasa peduli si anak tengah.

Kalau pengalaman Sobat Readers sendiri bagaimana? Benarkah Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang merupakan jerit hati pribadi sebagai anak tengah?

Baca juga : Seni Berkenalan dengan Seorang Introver

Sebelum benar-benar bloger akhiri tulisan ini, terimakasih kepada para anak tengah atas segala daya upaya memilih untuk berdiri di atas kakinya sendiri hingga saat ini. Kamu adalah anak tengah yang kehadirannya membawa keistimewaan tersendiri. Atas beratnya konsekuensi yang kamu pilih dengan sadar sebagai keputusan dalam hidup, jangan lupa istirahat saat semuanya benar-benar melelahkan. Kamu butuh energi yang cukup untuk berhadapan dengan segala hal yang muncul dari keputusanmu. Kami percaya kamu mampu untuk keputusanmu. Kami tunggu cerita-cerita randommu, ya.

 

Desa Ngapak, 2023年2月6日

Ketika Rumah Adalah Tempat Untuk Recharge Energi

doc. pribadi

 

Oke, apa tulisan ini harus diawali dengan membahas berat badanmu, Dek?XP

Tak usah kali, ya. Sebab memang bukan itu intinya. Hampir setengah tahun kamu mengenyam dunia pendidikan barumu di tanah rantau sana. Masih ingat aku, kamu yang rusuh berencana pulang menjelang tahun baru kemarin. Silakan saja sih, tapi konsekuensi membawa tugas yang belum selesai sekaligus perasaan mengganjal lantaran belum ujian semester juga akan kamu bawa serta.

Di luar itu, kamu masih harus memikirkan bagaimana menyiasati tiket transportasi umum yang akan dipilih kelak. Itu belum termasuk keriweuhan mengurus pameran karya sebagai salah satu tugas semester. Sekali lagi, silakan saja. Tak ada yang melarang, tapi sungguh, jangan lupa untuk membawa sepaket tanggung jawab yang belum tuntas tersebut. Waktu sendiri tak akan pernah melambat untukmu, bahkan untuk siapa saja. Dia akan terus bergulir maju diporosnya entah jungkir balik seperti apapun yang dialami manusia. Waktu adalah satu-satunya hal yang tak bisa kompromi, simpati, apalagi berempati.

Pada akhirnya kamu pusing sendiri dan memutuskan untuk pending rencana kepulangan. Biar sekalian saat segala beban tugas sebagai anak mahasiswa selesai dulu. Itu terasa lebih baik sih.

Baca juga : Surat Kecil untuk Si Bungsu

18 Januari lalu akhirnya kamu tiba kembali di rumah. Itu saja sempat bingung dan ragu memilih moda transportasi. Ibu yang sempat khawatir, menurunkan titah agar aku menjemputmu saja. Jelas aku menolak. Bukan sekali dua kali kamu ikut bepergian bersamaku. Jika kamu mau belajar, kamu akan siap untuk hal ini juga. Bedanya memang perjalanan-perjalanan terdahulu, aku yang merencanakan sepenuhnya. Sedangkan sekarang, baru terasa ‘kan seperti apa pusing dan kencangnya otot lehermu?

“Biarkan dia belajar.”

Itu kusampaikan secara blak-blakan pada ibu, ayah juga mendukung keputusanku. Jujur sih, aku tak begitu khawatir jika pada akhirnya kamu kesasar. Ops! Maaf. Tapi, aku yakin, itu akan menjadi pelajaran berharga untukmu nantinya. Bukannya aku mendoakan kamu kesasar ya, tapi radar primitif manusia sebagai makhluk yang berusaha untuk bertahan pasti akan aktif. Praktik langsung adalah kegiatan belajar yang paling mendebarkan bukan? Namun, percayalah itu akan lebih menancap ke relung hati dan pikiran daripada sekadar teori—meski ini perlu juga.

Merantau itu adalah seni membaca kehidupan dan bagaimana kamu bisa melihat peluang demi peluang. Sampai pada akhirnya satu per satu keputusan bisa kamu ambil dan jalankan dengan penuh kesadaran. Iya, lagi-lagi teori ini tak seabsolut rumusnya Kakek Einstein yang akan tetap sama dari masa ke masa. Semua tergantung pada pribadi manusianya sendiri juga kondisi yang melingkupinya. Ya, silakan kamu pilih sendiri.

Selama hampir enam bulan tersebut ada banyak hal yang kamu alami. Baik itu adalah perkara adaptasi atau macam-macam kejadian serta perangai-perangai dari teman-teman barumu. Itu semua akan menjadi cerita menarik dalam hidupmu. Hingga pada suatu titik, kamu pun mengakui adanya chaos dalam internal dirimu.

Kamu pernah bilang, beberapa teman yang kamu kenal adalah mereka yang sudah memiliki basic skill dalam fotografi. Entah itu secara pendidikan di jenjang sekolah maupun secara otodidak. Di situ kamu merasa terealienasi. Aku tersenyum. Ya, setiap satu fase yang berhasil kita lalui, pasti akan mendatangkan masalah satu level lebih tinggi dari sebelumnya. Bukan untuk meremehkan, tapi teori yang kuamini ternyata bisa kulihat dalam tahap kehidupanmu. Pada aku yang di fase sekarang, kurasa ada insight yang bisa kubagikan padamu.

Sudahkah kamu mencoba berkenalan dengan dunia fotografi itu sendiri?

Mungkin ini bisa dianalogikan ibarat aku hendak menulis cerita dengan latar dunia fotografi. Meski karakter utamaku bukanlah seorang fotografer ulung, paling tidak aku perlu mencari tahu seperti apa lingkungan orang-orang fotografi ini? Apa kiranya yang mereka bicarakan saat nongkrong bersama, lalu masalah-masalah seperti apa pula yang bisa menghambat skill mereka. Ya, sederhananya, kalau kamu merasa awam, lantas kenapa tidak mencoba untuk mencari tahu? Yang paling mudah, bisa dari membaca artikel seputar dunia tersebut atau teknis-teknisnya, atau juga bisa menggali cerita dari teman-temanmu sendiri yang memang sudah selangkah atau dua langkah di depanmu itu. Oke, oke, merasa diri bodoh di hadapan orang lain itu menyebalkan. Tapi ayolah, terkadang, menjadi gelas kosong adalah cara terbaik untuk menampung hal-hal baru. Namun, kalau kamu punya metode lain yang lebih cocok, silakan saja.

Baca juga : Hai, Partner!

Berikutnya, kamu merasa menjadi people pleasure. Di mana kamu mengiyakan banyak hal dari teman-temanmu, sehingga kamu merasa tak punya waktu untuk menyusun rencanamu sendiri. Sampai titik ini, paling tidak kamu bisa mendeteksi ada sesuatu yang kurang tepat dalam hidupmu. Beberapa orang yang kamu temui berkutat pada hal yang tak kamu mengerti atau justru hal yang sebenarnya sangat bisa kamu temukan di jenjang pendidikan sebelumnya. Ya, aku pun tak bisa menyalahkan. Sudah pernah kukatakan bukan? Bahwa setiap orang memiliki pengalaman empiris yang berbeda-beda dan itu akan memengaruhi pola pikir, perasaan, pendapat, keputusan, hingga tindakan mereka.

Mungkin, inilah saatnya kamu harus menemukan keberanian untuk mengatakan tidak. Maaf, bukannya mau mengajarkanmu egois, tapi kamu juga punya kondisi yang berbeda dari mereka semua. Privilese-privilese yang mereka punya berbeda dengan punyamu. Atau pahitnya, kamu harus mengakui jika kenyataannya tak punya privilese sama sekali. Maka dari itu, bersosialisasi untuk memberikan warna insight pada isi kepala dan hatimu juga penting, tapi kamu bisa kok untuk memilih kecenderungan yang berbeda dari mereka semua. Satu yang pasti, kemampuanmu untuk belajar penting di sini. Bukankah sekarang mulai sadar bahwa memiliki tujuan itu penting dalam hidup? Minimal kamu akan tahu apa yang menjadi hal wajib serta apa yang sekadar menjadi gimmick dalam hidupmu. Sampai sini semoga bisa dipahami, ya.

Selanjutnya, kamu bisa setting waktumu dengan lebih baik lagi. Ingat, tadi di awal aku menulis bahwa waktu adalah hal yang paling kejam bukan? Silakan atur itu dan insya Allah kamu akan mengantongi banyak hal berguna untuk hidupmu sendiri. Tak apa jika memang kamu belum sanggup untuk ikut organisasi ataupun komunitas. Ladang kenyamanan setiap orang untuk belajar ‘kan juga berbeda-beda. Selama hal tersebut bisa membuatmu minimal 1% lebih baik dari dirimu sebelumnya, kenapa tidak dicoba?

Lihatlah? Aku pun tak begitu banyak memberi kegunaan. Hanya bisa menuliskan deret kalimat-kalimat panjang seperti ini.

Cerita lainmu lagi, kamu pernah merasa menjadi butiran debu saat bertemu dengan teman-teman yang berwawasan luas. Acap kali otakmu tak sampai pada topik-topik pembicaraan mereka. Forumnya sih sederhana, tapi mereka mampu mengeluarkan pendapatnya dengan begitu dalam. Mereka berbondong-bondong memaparkan value yang dimiliki.

Baca juga : Hai, Anak Rantau

Hei, ingat. Lingkunganmu adalah seni. Di mana kebanyakan penganutnya telah memiliki atau paling tidak memiliki kecenderungan untuk memeluk value tertentu. Dan kebebasan yang menjadi pondasinya pun akan sangat memengaruhi. Itulah sebabnya, orang-orang di dalamnya biasa tidak terikat pada satu dua teknis hidup tertentu. Kalau kata orang sih, jalan hidup yang dianut kebanyakan orang. Namun, bukan berarti mereka tak punya rule dalam hidupnya. Rule itu tetap ada dengan cara penyajian yang berbeda. Orang-orang seni kerap memodofikasi cara menjalani rule hidup mereka sesuai kenyamanan mereka sendiri.

Jadi, apa sekarang kamu merasa saranku untuk mulai berkenalan dengan membaca diperlukan? Silakan kamu yang memutuskan.

Sedikit pandangan, ketika kamu punya value yang akan kamu pegang erat, insya Allah terjun pada dunia seni tak akan membuatmu hilang arah. Sebab, dalam dunia tersebut mulai dikenal perbedaan adalah hal yang lumrah. Tak ada salah atau benar yang seterang warna hitam dan putih. Bahkan mungkin sejatinya ini berlaku dalam segala bidang kehidupan itu sendiri.

Sekarang, kamu kembali ke tanah rantau itu. Semoga diskusi-diskusi pendek kita bisa bermanfaat bagimu dan hidupmu. Selamat kembali menjalani petualangan di perantauanmu. Sampai jumpa lagi.

 

 

Desa Ngapak, 2023年2月10日