Kudasai, Saat Humor Tak Ampuh Lagi Diandalkan Untuk Bertahan

Judul Buku : Kudasai

Penulis : Brian Khrisna

Penerbit : Mediakita

doc. pribadi

*Blurb*

Akibat tindakan bodohnya, Chaka terpaksa menikahi Twindy, seorang alpha female luar biasa yang memimpin sebuah firma arsitek terkemuka. Chaka yang seumur hidupnya hanya memiliki dua keahlian, yaitu bernapas dan memasak, mau tidak mau harus menjalani kehidupan pernikahan yang layaknya sedang menjalani tutorial siksa kubur.

Selama dua tahun pernikahan, Chaka tidak pernah sekali pun berani melawan Twindy yang galak banget kayak istri mudanya Firaun. Meskipun begitu, Chaka selalu menyayangi Twindy yang menjadi tulang punggung utama di rumah. Chaka sendiri lebih banyak mengurusi pekerjaan sehari-hari, seperti memasak, mencuci piring, membersihkan WC, dan mengelola kafe. Semua barang di rumah dan kafe juga adalah milik Twindy, sedangkan barang yang Chaka beli dengan uangnya sendiri hanya sikat gigi dan remote TV.

Seolah-olah kehidupan penuh tangis dan tawa itu belum cukup, Chaka tidak sengaja bertemu mantan pacar yang dulu ditinggalkannya untuk menikah dengan Twindy. Segala hal yang belum selesai di antara mereka pun membawa Chaka ke pusaran yang meskipun ia sekuat tenaga berenang menjauh, tetapi ia justru semakin terseret mendekat.

Apakah Chaka harus membiarkan dirinya terseret dan tenggelam bersama masa lalunya, atau meraih uluran tangan Twindy yang ternyata sedang mengandung anaknya?

***

Pinjam kalimatnya Raditya Dika dalam sebuah podcast, “Komedi adalah cara gue bertahan hidup saat SD.” Komedi pun salah satu cara bloger bertahan menikmati proses atau biasa bloger sebut sebagai seni menertawakan hidup sendiri. Ini pula yang bloger tangkap dari kesan membaca Kudasai di bab-bab awal. Oke, jadi seperti apa karya fiksi yang satu ini?

Garis Besar Cerita

Ranchaka atau biasa dipanggil A’ Chaka adalah seorang pemuda yang akibat kebodohannya, ia jatuh hidup bersama dengan Twindy. Wanita mandiri yang tampak sempurna dari segala sisi.

Chaka dan Twindy sudah ibarat bumi dan langit. Karakter keduanya yang bertolak belakang, membuat mereka nyaris bertengkar setiap hari. Eh, lebih tepatnya Twindy memarahi Chaka atas banyak hal yang dilakukan, sih. Bahkan sekadar bernapas saja salah. Bayangkan. Ajaibnya, mereka mampu bertahan mengarungi bahtera pernikahan hingga memasuki angka 2 tahun.

Dan sisa-sisa masa lalu Chaka yang bernama Anet mulai muncul kembali. Gadis dengan energi penerimaan luar biasa itu akhirnya berhasil menemukan Chaka. Dia adalah mantan pacarnya yang tiba-tiba ditinggalkan ketika tengah tergolek di rumah sakit. Anet jelas senang bukan kepalang akhirnya bisa menemukan Chaka. Sosok laki-laki yang membuatnya nyaman. Segala usaha telah dia lakukan demi menunggu sekaligus mencari pacarnya yang mendadak raib tanpa alasan tersebut. Selama dua tahun belakangan, ternyata Anet terus berjuang mencari Chaka. Nomor ponsel pun sengaja tak digantinya. Khawatir Chaka akan kembali pulang mencarinya. Sampai pada akhirnya mereka tidak sengaja bertemu di kafe yang dikelola oleh Chaka.

Chaka yang bingung dengan keadaannya yang sekarang, rasanya sulit untuk berterus terang pada Anet. Penerimaan Anet yang justru gembira bisa bertemu dengannya lagi menjadi faktor yang semakin membuat hatinya semakin bersalah. Chaka mengakui ia sepenuhnya salah pada mantan pacarnya tersebut. Meskipun tidak bisa dipungkiri, kebodohan yang telah menjerumuskannya ke kehidupan yang sekarang ini pun ada sangkut pautnya dengan Anet. Semakin tebal saja rasa bersalah yang bercokol dalam hatinya.

Dua tahun berjalan, membuat Chaka menyadari perasaannya terhadap Twindy. Ia paham untuk berkomitmen pada wanita dengan status istri tersebut. Namun, setelah mendengar pengakuan dari Anet, Chaka lagi-lagi semakin meragu untuk memberitahukan kondisi yang sebenarnya. Kendati bersama Twindy martabatnya sebagai laki-laki lenyap, Chaka mulai tahu bagaimana menghadapinya. Saking kuatnya aura Twindy, sampai-sampai orang lain mengira bahwa Twindy adalah nama Chaka, jadi ia dipanggil dengan sebutan Bapak Twindy. Bukannya Twindy yang beralih mendapat sebutan sebagai Ibu Chaka atau Nyonya Chaka.

Dilema perasaan tersebut mengantarkan hubungan Chaka dan Twindy berada di ujung tanduk. Chaka pun mendapat masukan dari kedua temannya. Walau bagaimanapun Chaka harus memilih. Ia harus menyelesaikan perkara hatinya dengan dua perempuan dalam hidupnya tersebut. Anet butuh penjelasan, sedangkan Twindy perlu berkali-kali diketuk pintu hatinya. Sosok wanita mandiri hanya butuh laki-laki yang berada di sisinya. Diyakinkan hubungannya, bahwa sekarang sudah ada laki-laki yang akan menemani saat susah dan senangnya. Meskipun respon Twindy kerap kali justru kasar dan menolak Chaka. Sikap yang bertolak belakang dengan keinginan terdalamnya. Kecacatan di balik kesempurnaan seorang Twindy. Atau efek samping dari seorang alpha female yang seringkali berjuang hingga tetes darah penghabisan?#eh

Chaka pun mengikuti saran itu dengan berat hati. Tentunya dengan sedikit pemaksaan kondisi dari teman-temannya. Satu gunung meletus. Anet jelas marah dan kecewa mengetahui fakta tersebut. Namun, ia pun tidak bisa membohongi hatinya yang terus mendukung kebahagiaan untuk seseorang yang dicintainya.

Bergulir pada Twindy, jika bernapas saja Chaka sudah salah dan berujung pada dimarahi, kebayang ‘kan bagaimana semburan lava panas dari letusan gunung yang satu ini? Sampai di titik ini, Chaka berhasil menentukan pilihan pada Twindy. Sialnya, di saat cinta sedang merekah-merekahnya di antara keduanya, kabar buruk itu kembali datang.

Penyakit Anet kambuh. Rasa bersalah dan tanggungjawab yang tersisa membuat Chaka meminta ijin pada Twindy untuk menemani sang mantan. Istri mana yang akan rela suaminya menemui sang mantan? Apalagi jelas-jelas menemani di waktu terpentingnya. Cerai menjadi senjata Twindy untuk menghentikan langkah Chaka. Akan tetapi, celah kesempatan itu datang. Chaka memutuskan pergi guna memastikan keadaan sang mantan baik-baik saja.

Takdir berkata lain. Beban perasaan bersalah semakin berat dalam hati Chaka. Separuh jiwanya hilang tanpa disadari. Ini bukan keinginannya, ia juga sadar harus menjaga Twindy dengan segenap hati, tapi Chaka pun tak mampu meredamnya. Hingga kelinglungan Chaka menimbulkan masalah besar lagi di antara keduanya. Hal tersebut sampai membahayakan kondisi janin dalam perut Twindy.

Tak mampu dipertahankan, Twindy meminta paksa Chaka untuk menandatangani surat cerai. Chaka memohon, tapi Twindy bergeming. Terbuang dan tak punya tempat kembali, Chaka semakin hilang arah.

Baca juga : Kontemplasi Bersama Luka Cita Utara & Javier

Jatuh Bangun Perasaan

Pembaca disuguhi karakter Chaka yang humoris serta monolog-monolog khas Chaka yang sukses membuat tertawa. Guyonan ala Chaka ini juga mengingatkan bloger pada sajian-sajian cerita dalam komik Jepang. Jadi, bagi pembaca yang juga penikmat manga, pasti akrab dengan banyolan-banyolan dari Chaka tersebut. Banyolan yang detik berikutnya dihempas menghunjam bumi alias perubahan perasaan yang drastis. Seperti beberapa kutipan di bawah ini ;

1.

“Perempuan tadi udah aku pecat,” ujar Twindy dengan nada kesal.

“Heeeee?!” Gue sontak terkejut. Alis gue sampai naik dua-duanya.

“Terus, itu ke mana cincinnya? Kenapa gak dipake? Sengaja dilepas biar keliatan belum punya istri, hah?!”

“HEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE?!!!”

Nyawa gue mendadak izin tamasya ke Sidoarjo.

2.

“Sayang, aku bisa lepas tangan, lho,” ujar gue.

“Gak usah macam-macam, deh!” balas Twindy yang tiba-tiba melingkarkan lengannya ke pinggang gue .

“Serius. Lihat, ya.”

“Chaka!”

“Satu … dua … tiga!!!”

Gue melepas kedua tangan, Twindy langsung membenamkan kepalanya di punggung gue sambil berteriak.

“Yeeee, apaan, sih, pakai teriak segala. Wong, kita lagi di lampu merah, makanya aku bisa lepas tangan. Malu, tuh, dilihat orang-orang.”

Bletak!

Helm gue dipukul kencang. Kali ini bukan kaca helm yang turun, tapi otak gue yang langsung menetes keluar dari hidung.

Bagaimana? Sampai sini paham’kan maksud bloger? Bloger belum tahu apakah ada novel genre serupa dengan tipe banyolan seperti di atas. Ini memberi efek baca novel serasa baca komik. Asyik. Ditambah lagi kelebihan Chaka dalam merespon kenestapaan yang menerpa hidupnya. Yang harusnya marah atas sikap Twindy pada Chaka yang mana statusnya adalah suaminya, jadi beralih sebaliknya. Ikut tertawa dengan monolog khas Chaka yang mengomentari kemelasan hidupnya sendiri. Pembaca dibawa menikmati alur semengalir itu. Meski alur jatuh bangun perasaan penulis sajikan hingga ending.

Baca juga : Tegar Adalah Kita yang Mencoba Berdamai dengan Masa Lalu

Tidak Disarankan untuk Pembaca yang Sulit Move On

Cara penulis membuat alur cerita dengan mengenalkan pembaca pada tokoh utama bernama Chaka ini benar-benar halus. Bukan saja Twindy dan Anet yang dibuat nyaman dengan karakter tokoh utama, tapi juga para pembaca. Sampai akhirnya pembaca terjerat oleh para tokoh di dalamnya hingga muncul emosi dalam diri. Simpati hingga berubah empati mewujudkan proyeksi para tokoh imajinasi melekat di hati.

Ketika tokoh mendapat nasib yang menyenangkan, pembaca ikut senang. Begitu pula sebaliknya. Ketika tokoh harus jatuh ke jurang kesedihan, pembaca jadi ikut-ikutan sedih. Begitu terus permainan rasa tersebut sampai bagian ending cerita.

Cerita yang menyuguhkan kisah masa lalu yang belum usai bisa jadi akan mentrigger pembaca dengan pengalaman serupa. Mending kalau itu bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran. Kalau sebaliknya? Jadi ikut-ikutan membuka memori lama yang ternyata belum usai juga dari relung hati? Duh.

Bukannya terhibur malah jadi nelangsa. Betul? Maka dari itu, buku ini sebaiknya dihindari untuk Sobat Readers yang punya kecenderungan gagal move on. Bisa bahaya. Sungguh.

Laki-Laki Boleh Rapuh Kok

Siapa bilang menjadi laki-laki itu harus kuat tanpa cela? Laki-laki juga manusia yang pastinya punya titik lemah dalam hidupnya. Tinggal dengan atau pada siapa titik lemah tersebut bisa ditunjukkan. Karakter Chaka berhasil menjadi perwakilan untuk ini. Bagaimana rusak dan hancurnya seorang laki-laki ketika dia menggunakan perasaan. Persis seperti yang dikatakan Bochum dalam sebuah podcast.

Sama halnya dengan perempuan yang ingin mendapatkan kesempatan setara dalam ragam hal, laki-laki pun layak terlepas dari pandangan bahwa mereka adalah makhluk paling kuat tanpa kelemahan. Jadi, yang dituntut selalu dan selalu kekuatan guna menjadi yang terdepan. Mungkin ini salah satu faktor kenapa laki-laki dan perempuan diciptakan berpasang-pasangan. Agar ketidaksempurnaan dari keduanya bisa saling terisi. Untuk selanjutnya bisa bergulir pada kondisi yang berimbang.

Baca juga : Perpustakaan Tengah Malam

Pengalaman yang menyenangkan sekaligus menyebalkan membaca novel ini. Novel setebal 400-an halaman yang butuh perjuangan untuk diselesaikan. Bukan karena menjemukan dan tidak punya waktu untuk membaca. Bloger butuh berdamai dengan perasaan sendiri lantaran dibanting berkali-kali oleh penulis, wkwkwkwkXD.

Baiklah, apa pendapatmu tentang novel ini, Sobat Readers?

Desa Ngapak, 29 Mei 2024

KETIKA SEORANG ISTRI DI AMBANG PILIHAN GANTI SUAMI

Judul : Ganti Suami

Penulis : Puspa Kirana

Penerbit : Bentang Pustaka

 

ganti suami
doc. pribadi

Blurb

Ketenangan Saras terkoyak. Salaganesia, bisnis keluarganya, di ujung tanduk. Ayahnya jatuh sakit dan terancam masuk penjara karena gagal membayar utang Salaganesia. Sebagai anak sulung, Saras tergerak untuk membantu keluarga. Namun, selama ini Saras lebih banyak di rumah dan sama sekali tidak paham bisnis.

Ketika akhirnya Saras turun tangan menyelesaikan masalah Salaganesia, harapan mulai tampak. Semua berkat bantuan Erlangga, mitra kerjanya yang rupawan dan penuh perhatian. Sementara itu, Dewa, suaminya, justru bersikap sebaliknya. Pria itu masih saja dingin dan tidak peduli terhadap kesusahannya.

Seolah semesta juga menentang upaya Saras, sebuah pengkhianatan terjadi tepat di depan matanya. Seluruh rencana berantakan. Salaganesia terpuruk makin dalam. Keharmonisan keluarga kecilnya terancam. Saras butuh dukungan, tetapi yang didapat justru tudingan menyalahkan dari semua pihak. Mampukah Saras menguatkan hati memilih prioritas antara keluarga dan bisnis? Dan, siapakah pria yang layak dia jadikan tempat bersandar?

***

 

Bloger menyukai cerita drama keluarga. Belakangan juga baru sadar bahwa cerita slice of life bisa menarik perhatian. Memang cerita genre ini sepintas tampak membosankan. Pasalnya sisi yang diangkat adalah rutinitas kehidupan. Sedangkan pembaca terkadang ingin ‘lari’ sejenak dari kesehariannya. Cerita semacam ini tetap mampu menghibur dengan menawarkan poin-poin tertentu yang bisa jadi terlupakan oleh pembaca di kehidupan nyata. Di sinilah daya tariknya.

Saras, seorang ibu dari dua anak dan istri dari Dewangga Ariobimo atau biasa dipanggil Dewa saja. Perempuan yang merupakan anak sulung dalam keluarga ini terpantik untuk menyelamatkan perusahaan keluarga. Sebagai orang yang awam dalam dunia bisnis, hasrat untuk melakukan sesuatu demi membenahi kondisi keluarga menjadi daya picu bagi Saras untuk mempelajari hal-hal baru. Hal ini dekat sekali dengan realita kita dalam keluarga. Di mana sebagai anggota keluarga akan terusik untuk membantu apa pun demi menstabilkan kembali kondisi keluarga. Terutama bisnis keluarga ini memiliki kenangan-kenangan dengan masa kecil serta ada perjuangan dari orangtua yang sempat dirasakan oleh Saras kecil dulu. Emosi sayang untuk langsung menjual bisnis keluarga juga muncul di sini. Jika ada kesempatan untuk kembali memperjuangkan, kenapa harus buru-buru dijual yang berarti mengakhiri masa kejayaan tempo dulu.

Baca juga : Tegar adalah Kita yang Mencoba Berdamai dengan Masa Lalu

Dengan mendapat keleluasaan dari suaminya, Dewa, Saras berlatih berkali-kali untuk menyeimbangkan antara kehidupan bisnis dan keluarganya. Ini bukan hal yang mudah. Bagi orang yang benar-benar baru, biasanya akan kesulitan sekali untuk membentuk kebiasaan baru. Meski memang dibantu dengan desakan kondisi untuk belajar lebih cepat, tetap saja benturan dari segala hal yang baru pasti akan ada. Namun, novel dengan jumlah halaman 300-an tentu memiliki timeline yang harus dicapai. Sedikit bergeser, dalam banyak kasus, perempuan kerap dihadapkan pada pilihan menyebalkan antara karier atau keluarga. Padahal, laki-laki pun punya peran tak tergantikan untuk membersamai anak. Kalau dilihat lebih dekat, sejatinya perempuan sekadar membutuhkan ruang untuk diijinkan belajar, berusaha, membuktikan sejauh mana ia bisa membuktikan diri. Jelas dukungan juga diperlukan di sini. Mungkin hampir sama ketika mengajari anak kecil, di mana ia baru belajar menghadapi hal-hal atau masalah-masalah baru dalam hidupnya. Jika ia berhasil berjuang dan bertahan, maka akan mendapat apresiasi. Sebaliknya, jika gagal, bukan lantas disalahkan dan ditinggalkan begitu saja. Perlu ada orang lain yang mengingatkan dan mengarahkan apakah si anak akan memilih meledakkan emosi atau belajar sesuatu dari setiap keputusan dan tindakan-tindakan serta akibat yang sudah ditimbulkannya.

Kembali ke Saras. Dia juga perlu mengukur diri sejauh apa dirinya bisa menjaga antara nilai/prinsip yang dipegang dengan keputusan-keputusan yang dibuat. Ya, bloger percaya bahwa perempuan juga memerlukan tanggungjawab dalam perannya. Pun bagaimana caranya untuk tetap menjaga komitmen. Dalam hal ini karena Saras sudah berumah tangga ya.

Masuk dalam dunia bisnis, sempat gemas dengan sikap Saras yang menilai sepihak pada Haura. Mencurigai adik ipar sendiri yang dengan keputusannya semakin memperpuruk keadaan bisnis keluarga. Belum lagi sikapnya yang mampu dekat dengan orangtua Saras atau mertuanya. Maaf, bloger kesal lantaran itu didasarkan pada perasaan. Memang sih suka susah untuk menebak isi hati orang. Terlalu dalam, gelap, dan serba buta. Ditambah posisi Haura juga kurang menguntungkan. Jadilah perasaan tidak suka dalam diri Saras tumbuh semakin subur. Anggap saja, bloger terbawa suasana cerita, hehe.

Baca juga : Menikmati Masa Kanak-Kanak Bersama Burlian Si Anak Spesial

Beralih pada kesempatan Saras yang berdua saja dengan Erlangga, ini juga sempat membuat bloger ikutan ketar-ketir. Bagaimana jika ada orang lain, kenalan Saras yang memergoki mereka berdua? Masalah salah paham itu suka menyebalkan sekali kalau hendak diluruskan. Kecuali sudah tertanam rasa saling percaya, ya. Duh, malah jadi panas dingin bacanya.

Saat kelebihan demi kelebihan Erlangga diperlihatkan, bloger spontan kepikiran apa sisi jelek dari orang ini? Secara, tidak ada orang yang benar-benar sempurna di dunia ini. Terlepas dari fatal atau tidak akibatnya, setiap orang pasti punya sisi jeleknya masing-masing. Masa sih karakter Erlangga ini nihil kelemahan?

Hingga mencapai bagian tengah ke akhir, bloger ikutan senang. Khususnya ketika Salaganesia mendapat kebaikan demi kebaikan pada momen Saras berada di titik puncak konfliknya. Percaya sih rasanya pasti tak karuan. Bisnis sedang di ujung tanduk, tingkah laku anak menjadi pemicu keadaan yang semakin merunyam. Dan benar saja, buah hati sempat menjadi sasaran. Ini seperti, mau bagaimanapun berusahanya diri menjaga keseimbangan dalam hidup, ujian tetap akan mengusik dan menguji. Loloskah? Terjerumuskah? Berhasil mendapatkan sesuatukah? Atau sekadar meluapkan emosi demi emosi saking merasa hidupnya seperti kapal pecah. Berantakan. Tak tahu harus mulai dari mana untuk merapikan.

Namun, kenapa novel ini layak untuk dibaca dan dirampungkan? Salah satunya adalah karena karakter Saras bertumbuh. Eh, bahkan bukan hanya Saras. Tapi beberapa tokoh yang terlibat di dalamnya. Selain itu, semesta fiksinya dekat dengan realita. Walaupun pembaca bukan seorang pebisnis, tapi imajinasinya tidak akan dibawa terbang terlalu jauh dan rumit. Ada pembelajaran yang bisa diambil dari seluruh rangkaian kisah. Asal jangan iri hati saja dengan bagian-bagian ending-nya, ya. Apalagi ketrigger untuk ingin juga. Tenang, akan ada masanya kok dunia seolah milik berdua dan yang lain mengontrak, hehe.

Ada juga rasa senang di mana karakter Dewa bisa mewakili sebagai suami dan menantu idaman dari sosok pendiam. Sikap dan respon orang pendiam yang kerap disalahartikan, tapi kehadirannya tetaplah dibutuhkan. Iya, memang responnya sempat memantik pertengkaran sebab dirasa menyudutkan dan menyalahkan. Namun, ketika semua hal itu dikomunikasikan dengan baik, dengan catatan mau saling mendengarkan dan bersedia memosisikan diri di sudut pandang yang berbeda, pada akhirnya menemukan titik terang juga. Untung Dewangga jatuh hati harga mati pada Saraswati. Ops!

Baca juga : Kontemplasi Bersama Luka Cita Utara dan Javier

Akhiran yang hangat, memberikan gambaran kondisi keluarga ideal. Walaupun pada kenyataan, tidak semua orang mendapat privilese kondisi keluarga yang ideal dalam hidupnya. Namun, bloger yakin, setiap individu mampu untuk mulai mengupayakannya. Dan akan selalu ada pilihan bagi kita untuk hidup dalam kondisi keluarga yang seperti apa.

Puas baca karya ini. Terimakasih kepada Mbak Puspa Kirana yang sudah menulis cerita menyenangkan ini.

Sobat Readers suka fiksi dengan genre apa?

 

NB : Sobat Readers bisa dapatkan bukunya di sini 😉

Follow juga akun IG @mitoreadbooks buat dapet teman baca 🤗

Desa Ngapak, 2024-4-24

Menikmati Masa Kanak-Kanak Bersama Burlian Si Anak Spesial

Judul Buku : Burlian (Si Anak Spesial)

Penulis : Tere Liye

Penerbit : Republika

doc.pribadi

*Blurb*

Kau, sejak dilahirkan memang sudah berbeda, Burlian. Spesial!

Waktu melesat bagai peluru. Akhirnya aku mengerti kini, itulah cara terbaik Bapak dan Mamal menumbuhkan keyakinan dan rasa percaya diriku. Sejak kecil selalu bilang aku spesial agar aku punya pegangan setiap kali terbentur masalah.

Aku ingat, Bapak dan Mamak selalu bilang, “Kau anak yang kuat, Amelia”, agar si bungsu Amelia yang sakit-sakitan tumbuh menjadi anak yang kuat. Atau bilang kalimat, “Kau anak pemberani, Eli”, maka jadilah Ayuk Eli seorang pemberani atas banyak hal. Sedangkan pada Kak Pukat, Bapak dan Mamak selalu bilang, “Kau anak yang pintar”, dan kini jadilah Kak Pukat seorang peneliti hebat, sepintar kalimat yang selalu ia dengar sejak kecil.

“Tere Liye sangat piawai menulis dengan hati dan berkisah tentang kebaikan tanpa perlu menggurui.”

_Niam Masykuri, Editor in Chief Majalah Parents Guide

“Penggambaran detail dari penulisnya mampu membawa pembaca masuk ke dalam cerita, seolah mengalaminya sendiri.”

_Sony Gaokasak, Sutradara Film “Hafalan Shalat Delisa”

“Novel ini memotivasi kita untuk bermimpi dan terus memperjuangkan cita-cita.”

_Ratih Sanggarwati, Penulis

***

Ini merupakan satu di antara novel serial anak Mamak yang pertama kali bloger baca. Sebenarnya sudah lama ingin membaca buku yang satu ini. Apalah daya saat daftar bacaan mengular. Senang pada akhirnya bisa menuntaskan satu judul dari serial ini.

Semenjak bloger curiga bahwa penulis low profile ini menggunakan teknik pantser dalam proses karyanya, bloger semakin ingin membaca lebih banyak lagi judul buku-buku karyanya yang lain. Tentunya buku-buku penulis lain pun tetap ingin bloger baca. Bagi bloger, membaca buku dari satu penulis saja tidak cukup. Ada banyak ilmu di dunia ini dan bisa mengetahui lebih banyak hal merupakan kesenangan tersendiri. Terlebih saat paham bahwa pengetahuan diri amatlah minim. Sampai-sampai, semakin banyak jumlah buku yang dibaca, bloger justru merasa semakin bodoh.

Baca juga : Karena Rasa Penerimaan Tak Semudah Lisan Yang Berbohong

Jadi, seperti apa sih cerita si Burlian ini? Dibandingkan para penggemar setia karya dari penulis yang bernama asli Darwis ini, bloger pastilah tipe pembaca yang sangat lambat. Tak apa. Selama bloger menikmati setiap perosesnya#eaaaaa#pembelaan. Kembali ke cerita, Burlian adalah anak laki-laki yang duduk di bangku sekolah dasar. Ia tinggal di pedalaman Sumatera. Hal tersebut tercermin dari lingkungan dan kebiasaan tokoh-tokoh di dalamnya.

Kehidupan alam pedesaan Burlian sejatinya mengingatkan bloger pada masa kecil dulu. Di mana saat masih seusianya memang tengah asyik-asyiknya bermain di kebun tetangga, turun ke sungai untuk menangkap ikan atau bahkan sekadar menceburkan diri pada segarnya air yang mengalir. Kemudian, bermain permainan tradisional engklek, gobak sodor, juga permainan kasti bersama teman-teman yang begitu mengasyikkan. Bahkan di waktu-waktu tertentu, bloger pernah bermain dengan imajinasi sendiri. Seperti rumah-rumahan dengan memanfaatkan pondasi rumah yang sudah terbengkalai.

Kisah-kisah Burlian sendiri tersaji dalam judul-judul bab yang berbeda. Plotnya tidak saling berhubungan atau memiliki satu konflik utama. Ini bisa dipahami dengan membaca selesai novel ini. Bloger rasa penulis memang ingin mengajak pembaca buku ini khususnya serial ini untuk menikmati masa muda mereka. Lantas bagaimana dengan pembaca yang sudah memasuki usia dewasa? Ya, seperti yang bloger tulis di atas tadi. Bahwa mereka yang sekarang berada di fase usia lanjut akan dibawa untuk bernostalgia. Dengan catatan, masa kecil kalian bahagia#ops.

Baca juga : Bibi Gill Dan Monster Kegelapan Yang Menyertai

Selain itu, peran orang tua yang digambarkan dalam diri Bapak dan Mamak juga bisa menyentil hati pembacanya. Jujur, bloger bahkan jadi mulai memikirkan hendak menjadi sosok orangtua yang seperti apa kedepannya. Ya, kentara sekali bahwa menjadi dewasa memang sulit. Apalagi tanggung jawab terhadap anak. Meskipun di sisi lain, bloger merasa betapa senangnya bisa memiliki orangtua seperti mereka. Ketika membaca bab per babnya, itu mengingatkan bloger pada sajian cerita komik-komik dari negeri sakura. Seperti yang sudah bloger sampaikan di awal tadi, setiap bab merupakan babak cerita yang bisa berdiri sendiri. Cerita hidup Burlian sederhana tapi menyenangkan. Ya, meskipun ada bagian Burlian mencicipi bermain togel. Bukan hendak melumrahkan perbuatannya, tapi lebih kepada kronologi bagaimana perbuatan judi tersebut menarik ulur rasa penasaran si manusia agar terus ketagihan.

Kemudian di episode lain, bloger sempat terkejut akan kehadiran Nakamura-san. Sebagai orang yang pernah bersinggungan dengan hal-hal dari negara berbendera hinomaru itu, bloger jadi senyum-senyum sendiri menikmati persahabatannya dengan Burlian.

Satu hal lagi, bloger suka adegan-adegan di mana posisi Burlian terpojok. Cara bapaknya muncul bersama senapan siap membidik itu keren sekali. Perasaannya seperti momen-momen Shinichi Kudo mendapat pertolongan dari Yusaku & Yukiko Kudo. Sungguh, bapak yang pernah menyesal tak memiliki ijazah SD itu tak bisa dianggap remeh. Figurnya sebagai ayah mempesona sekali. Beruntunglah Burlian dan ketiga saudaranya memiliki sepasang orangtua luar biasa begitu.

Baca juga : SagaraS Adalah Kisah Tentang Ali

Novel ini cocok dibaca ketika santai. Cocok buat Sobat Readers yang memerlukan hiburan. Di samping itu, membaca kisah keluarga ini bisa menghangatkan hati. Seperti cerita kehidupan Ara bersama dua saudaranya (Sobat Readers pasti tahu ini judul cerita ini ‘kan?:D).

Bagian akhir novel ini pun menggemaskan. Sebagai generasi milenial yang mengonsepkan banyak hal untuk konten, bab akhir novel ini pun akan tampak aestetik jika dijadikan konten. Dan sebalnya, penulis menyisipkan kemungkinan cerita Burlian bisa berlanjut.

Semoga novel ini bisa berjodoh dengan lebih banyak anak-anak spesial di luar sana, seperti Sobat Readers sekalian. Mengutip pesan bapak Burlian di sini, otak bloger jadi mulai kembali menegaskan bahwa sejatinya diri ini begitu miskin. Sebab, anak ataupun seseorang yang kita sayangi dan segala yang mampir di hidup kita merupakan titipan dari Ilahi.

“Ah, setiap kali ada seseorang yang akan pergi…maka sejatinya yang pergi sama sekali tidak perlu dicemaskan. Dia akan menemukan tempat-tempat baru. Berkenalan dengan orang-orang baru. Melihat banyak hal. Belajar banyak hal. Dia akan menemukan petualangan di luar sana…”

Jadi, di usia berapa Sobat Readers membaca kisah menarik ini?(^_^)

NB : Sobat Readers bisa dapatkan bukunya di sini 😉

Follow akun IG @mitoreadbooks buat dapet teman baca✨️

Cilacap, 2022年8月8日