Kudasai, Saat Humor Tak Ampuh Lagi Diandalkan Untuk Bertahan

Judul Buku : Kudasai

Penulis : Brian Khrisna

Penerbit : Mediakita

doc. pribadi

*Blurb*

Akibat tindakan bodohnya, Chaka terpaksa menikahi Twindy, seorang alpha female luar biasa yang memimpin sebuah firma arsitek terkemuka. Chaka yang seumur hidupnya hanya memiliki dua keahlian, yaitu bernapas dan memasak, mau tidak mau harus menjalani kehidupan pernikahan yang layaknya sedang menjalani tutorial siksa kubur.

Selama dua tahun pernikahan, Chaka tidak pernah sekali pun berani melawan Twindy yang galak banget kayak istri mudanya Firaun. Meskipun begitu, Chaka selalu menyayangi Twindy yang menjadi tulang punggung utama di rumah. Chaka sendiri lebih banyak mengurusi pekerjaan sehari-hari, seperti memasak, mencuci piring, membersihkan WC, dan mengelola kafe. Semua barang di rumah dan kafe juga adalah milik Twindy, sedangkan barang yang Chaka beli dengan uangnya sendiri hanya sikat gigi dan remote TV.

Seolah-olah kehidupan penuh tangis dan tawa itu belum cukup, Chaka tidak sengaja bertemu mantan pacar yang dulu ditinggalkannya untuk menikah dengan Twindy. Segala hal yang belum selesai di antara mereka pun membawa Chaka ke pusaran yang meskipun ia sekuat tenaga berenang menjauh, tetapi ia justru semakin terseret mendekat.

Apakah Chaka harus membiarkan dirinya terseret dan tenggelam bersama masa lalunya, atau meraih uluran tangan Twindy yang ternyata sedang mengandung anaknya?

***

Pinjam kalimatnya Raditya Dika dalam sebuah podcast, “Komedi adalah cara gue bertahan hidup saat SD.” Komedi pun salah satu cara bloger bertahan menikmati proses atau biasa bloger sebut sebagai seni menertawakan hidup sendiri. Ini pula yang bloger tangkap dari kesan membaca Kudasai di bab-bab awal. Oke, jadi seperti apa karya fiksi yang satu ini?

Garis Besar Cerita

Ranchaka atau biasa dipanggil A’ Chaka adalah seorang pemuda yang akibat kebodohannya, ia jatuh hidup bersama dengan Twindy. Wanita mandiri yang tampak sempurna dari segala sisi.

Chaka dan Twindy sudah ibarat bumi dan langit. Karakter keduanya yang bertolak belakang, membuat mereka nyaris bertengkar setiap hari. Eh, lebih tepatnya Twindy memarahi Chaka atas banyak hal yang dilakukan, sih. Bahkan sekadar bernapas saja salah. Bayangkan. Ajaibnya, mereka mampu bertahan mengarungi bahtera pernikahan hingga memasuki angka 2 tahun.

Dan sisa-sisa masa lalu Chaka yang bernama Anet mulai muncul kembali. Gadis dengan energi penerimaan luar biasa itu akhirnya berhasil menemukan Chaka. Dia adalah mantan pacarnya yang tiba-tiba ditinggalkan ketika tengah tergolek di rumah sakit. Anet jelas senang bukan kepalang akhirnya bisa menemukan Chaka. Sosok laki-laki yang membuatnya nyaman. Segala usaha telah dia lakukan demi menunggu sekaligus mencari pacarnya yang mendadak raib tanpa alasan tersebut. Selama dua tahun belakangan, ternyata Anet terus berjuang mencari Chaka. Nomor ponsel pun sengaja tak digantinya. Khawatir Chaka akan kembali pulang mencarinya. Sampai pada akhirnya mereka tidak sengaja bertemu di kafe yang dikelola oleh Chaka.

Chaka yang bingung dengan keadaannya yang sekarang, rasanya sulit untuk berterus terang pada Anet. Penerimaan Anet yang justru gembira bisa bertemu dengannya lagi menjadi faktor yang semakin membuat hatinya semakin bersalah. Chaka mengakui ia sepenuhnya salah pada mantan pacarnya tersebut. Meskipun tidak bisa dipungkiri, kebodohan yang telah menjerumuskannya ke kehidupan yang sekarang ini pun ada sangkut pautnya dengan Anet. Semakin tebal saja rasa bersalah yang bercokol dalam hatinya.

Dua tahun berjalan, membuat Chaka menyadari perasaannya terhadap Twindy. Ia paham untuk berkomitmen pada wanita dengan status istri tersebut. Namun, setelah mendengar pengakuan dari Anet, Chaka lagi-lagi semakin meragu untuk memberitahukan kondisi yang sebenarnya. Kendati bersama Twindy martabatnya sebagai laki-laki lenyap, Chaka mulai tahu bagaimana menghadapinya. Saking kuatnya aura Twindy, sampai-sampai orang lain mengira bahwa Twindy adalah nama Chaka, jadi ia dipanggil dengan sebutan Bapak Twindy. Bukannya Twindy yang beralih mendapat sebutan sebagai Ibu Chaka atau Nyonya Chaka.

Dilema perasaan tersebut mengantarkan hubungan Chaka dan Twindy berada di ujung tanduk. Chaka pun mendapat masukan dari kedua temannya. Walau bagaimanapun Chaka harus memilih. Ia harus menyelesaikan perkara hatinya dengan dua perempuan dalam hidupnya tersebut. Anet butuh penjelasan, sedangkan Twindy perlu berkali-kali diketuk pintu hatinya. Sosok wanita mandiri hanya butuh laki-laki yang berada di sisinya. Diyakinkan hubungannya, bahwa sekarang sudah ada laki-laki yang akan menemani saat susah dan senangnya. Meskipun respon Twindy kerap kali justru kasar dan menolak Chaka. Sikap yang bertolak belakang dengan keinginan terdalamnya. Kecacatan di balik kesempurnaan seorang Twindy. Atau efek samping dari seorang alpha female yang seringkali berjuang hingga tetes darah penghabisan?#eh

Chaka pun mengikuti saran itu dengan berat hati. Tentunya dengan sedikit pemaksaan kondisi dari teman-temannya. Satu gunung meletus. Anet jelas marah dan kecewa mengetahui fakta tersebut. Namun, ia pun tidak bisa membohongi hatinya yang terus mendukung kebahagiaan untuk seseorang yang dicintainya.

Bergulir pada Twindy, jika bernapas saja Chaka sudah salah dan berujung pada dimarahi, kebayang ‘kan bagaimana semburan lava panas dari letusan gunung yang satu ini? Sampai di titik ini, Chaka berhasil menentukan pilihan pada Twindy. Sialnya, di saat cinta sedang merekah-merekahnya di antara keduanya, kabar buruk itu kembali datang.

Penyakit Anet kambuh. Rasa bersalah dan tanggungjawab yang tersisa membuat Chaka meminta ijin pada Twindy untuk menemani sang mantan. Istri mana yang akan rela suaminya menemui sang mantan? Apalagi jelas-jelas menemani di waktu terpentingnya. Cerai menjadi senjata Twindy untuk menghentikan langkah Chaka. Akan tetapi, celah kesempatan itu datang. Chaka memutuskan pergi guna memastikan keadaan sang mantan baik-baik saja.

Takdir berkata lain. Beban perasaan bersalah semakin berat dalam hati Chaka. Separuh jiwanya hilang tanpa disadari. Ini bukan keinginannya, ia juga sadar harus menjaga Twindy dengan segenap hati, tapi Chaka pun tak mampu meredamnya. Hingga kelinglungan Chaka menimbulkan masalah besar lagi di antara keduanya. Hal tersebut sampai membahayakan kondisi janin dalam perut Twindy.

Tak mampu dipertahankan, Twindy meminta paksa Chaka untuk menandatangani surat cerai. Chaka memohon, tapi Twindy bergeming. Terbuang dan tak punya tempat kembali, Chaka semakin hilang arah.

Baca juga : Kontemplasi Bersama Luka Cita Utara & Javier

Jatuh Bangun Perasaan

Pembaca disuguhi karakter Chaka yang humoris serta monolog-monolog khas Chaka yang sukses membuat tertawa. Guyonan ala Chaka ini juga mengingatkan bloger pada sajian-sajian cerita dalam komik Jepang. Jadi, bagi pembaca yang juga penikmat manga, pasti akrab dengan banyolan-banyolan dari Chaka tersebut. Banyolan yang detik berikutnya dihempas menghunjam bumi alias perubahan perasaan yang drastis. Seperti beberapa kutipan di bawah ini ;

1.

“Perempuan tadi udah aku pecat,” ujar Twindy dengan nada kesal.

“Heeeee?!” Gue sontak terkejut. Alis gue sampai naik dua-duanya.

“Terus, itu ke mana cincinnya? Kenapa gak dipake? Sengaja dilepas biar keliatan belum punya istri, hah?!”

“HEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE?!!!”

Nyawa gue mendadak izin tamasya ke Sidoarjo.

2.

“Sayang, aku bisa lepas tangan, lho,” ujar gue.

“Gak usah macam-macam, deh!” balas Twindy yang tiba-tiba melingkarkan lengannya ke pinggang gue .

“Serius. Lihat, ya.”

“Chaka!”

“Satu … dua … tiga!!!”

Gue melepas kedua tangan, Twindy langsung membenamkan kepalanya di punggung gue sambil berteriak.

“Yeeee, apaan, sih, pakai teriak segala. Wong, kita lagi di lampu merah, makanya aku bisa lepas tangan. Malu, tuh, dilihat orang-orang.”

Bletak!

Helm gue dipukul kencang. Kali ini bukan kaca helm yang turun, tapi otak gue yang langsung menetes keluar dari hidung.

Bagaimana? Sampai sini paham’kan maksud bloger? Bloger belum tahu apakah ada novel genre serupa dengan tipe banyolan seperti di atas. Ini memberi efek baca novel serasa baca komik. Asyik. Ditambah lagi kelebihan Chaka dalam merespon kenestapaan yang menerpa hidupnya. Yang harusnya marah atas sikap Twindy pada Chaka yang mana statusnya adalah suaminya, jadi beralih sebaliknya. Ikut tertawa dengan monolog khas Chaka yang mengomentari kemelasan hidupnya sendiri. Pembaca dibawa menikmati alur semengalir itu. Meski alur jatuh bangun perasaan penulis sajikan hingga ending.

Baca juga : Tegar Adalah Kita yang Mencoba Berdamai dengan Masa Lalu

Tidak Disarankan untuk Pembaca yang Sulit Move On

Cara penulis membuat alur cerita dengan mengenalkan pembaca pada tokoh utama bernama Chaka ini benar-benar halus. Bukan saja Twindy dan Anet yang dibuat nyaman dengan karakter tokoh utama, tapi juga para pembaca. Sampai akhirnya pembaca terjerat oleh para tokoh di dalamnya hingga muncul emosi dalam diri. Simpati hingga berubah empati mewujudkan proyeksi para tokoh imajinasi melekat di hati.

Ketika tokoh mendapat nasib yang menyenangkan, pembaca ikut senang. Begitu pula sebaliknya. Ketika tokoh harus jatuh ke jurang kesedihan, pembaca jadi ikut-ikutan sedih. Begitu terus permainan rasa tersebut sampai bagian ending cerita.

Cerita yang menyuguhkan kisah masa lalu yang belum usai bisa jadi akan mentrigger pembaca dengan pengalaman serupa. Mending kalau itu bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran. Kalau sebaliknya? Jadi ikut-ikutan membuka memori lama yang ternyata belum usai juga dari relung hati? Duh.

Bukannya terhibur malah jadi nelangsa. Betul? Maka dari itu, buku ini sebaiknya dihindari untuk Sobat Readers yang punya kecenderungan gagal move on. Bisa bahaya. Sungguh.

Laki-Laki Boleh Rapuh Kok

Siapa bilang menjadi laki-laki itu harus kuat tanpa cela? Laki-laki juga manusia yang pastinya punya titik lemah dalam hidupnya. Tinggal dengan atau pada siapa titik lemah tersebut bisa ditunjukkan. Karakter Chaka berhasil menjadi perwakilan untuk ini. Bagaimana rusak dan hancurnya seorang laki-laki ketika dia menggunakan perasaan. Persis seperti yang dikatakan Bochum dalam sebuah podcast.

Sama halnya dengan perempuan yang ingin mendapatkan kesempatan setara dalam ragam hal, laki-laki pun layak terlepas dari pandangan bahwa mereka adalah makhluk paling kuat tanpa kelemahan. Jadi, yang dituntut selalu dan selalu kekuatan guna menjadi yang terdepan. Mungkin ini salah satu faktor kenapa laki-laki dan perempuan diciptakan berpasang-pasangan. Agar ketidaksempurnaan dari keduanya bisa saling terisi. Untuk selanjutnya bisa bergulir pada kondisi yang berimbang.

Baca juga : Perpustakaan Tengah Malam

Pengalaman yang menyenangkan sekaligus menyebalkan membaca novel ini. Novel setebal 400-an halaman yang butuh perjuangan untuk diselesaikan. Bukan karena menjemukan dan tidak punya waktu untuk membaca. Bloger butuh berdamai dengan perasaan sendiri lantaran dibanting berkali-kali oleh penulis, wkwkwkwkXD.

Baiklah, apa pendapatmu tentang novel ini, Sobat Readers?

Desa Ngapak, 29 Mei 2024